BAGAIMANA SEHARUSNYA MUSLIMAH BERPAKAIAN(Ḥijāb Syar’i Menurut Muḥammad Alī al-Ṣābūnī Dalam Tafsīr Āyāt al-Aḥkām) M. Inul Rizkiy
Penting bagi setiap muslimah untuk memerhatikan pakaiannya sehari-hari. Lantaran pentingnya kedudukan wanita dalam Islam, agama yang mulia ini memerintahkan mereka untuk berhijab. Semakin berharga suatu hal, maka semakin ketat pula penjagaannya. Hijab yang dimasksud dalam tulisan ini bukan hijab yang hanya dipakaikan di kepala seperti yang biasa dilihat. Hijab dalam tulisan ini mengikuti terminologi Muhammad Ali al-Shabuni yang merujuk pada cara berpakaian seorang muslimah, bukan hanya kerudungnya saja.
Ayatul Hijab termaktub dalam surah al-Ahzab ayat ke-59. Ayat tersebut menyuruh Nabi untuk memrintahkan istri-istri beliau, anak-anak dan muslimah secara umum untuk menutup badan mereka, terutama bagi istri dan putri Rasulullah yang tentunya menjadi penutan umat ini.
Lantas bagaimana regulasi atau aturan yang mesti dijaga betul-betul oleh muslimah dalam cara mereka berpakaian. Menurut Muhammad Ali al-Sabuni, dosen di Fakultas Syariah bidang Dirasah Islamiyah, Mekkah, setidaknya terdapat enam syarat dalam cara berpakaian wanita yang diistilahkan beliau dengan hijab syar’i.
Pertama, menutup seluruh badan berdasarkan firman Allah
يُدْنِينَ عَليْهنّ مِن جَلالِيبِهِنَّ (الأحزاب : 59).
Hendaknya para wanita itu memanjangkan jilbab mereka.
Makna dari kata جلاليب adalah kain yang menutup seluruh badan. Jadi syarat pertama bagi hijab syar’i ialah harus menutup seluruh badan.
Kedua, kain yang digunakan harus tebal dan tidak tipis, sebab tujuan dari hijab adalah untuk menutup. Jika baju yang dikenakan masih belum menutupi dan tidak mencegah dari penglihatan yang tidak diperlukan, maka itu belum sepenuhnya menjadi penutup (hijab). Pernah suatu ketika Asma’ binti Abi Bakar mengenakan pakaian yang tipis, tatkala Nabi masuk dan melihatnya, beliau langsung memalingkan pandangannya. (HR. Abu Dawud)
Ketiga, bukan baju yang memang digunakan untuk berhias atau memiliki warna-warni yang memikat yang sekiranya akan membuat orang menoleh karena tertarik, berdasarkan firman Allah
ولا يُبْديْنَ زِينتَهُنَّ إلا مَا ظَهَرَ مِنْها (النور : 31)
Dan hendaknya para wanita tidak memperlihatkan perhiasannya kecuali yang memang tampak darinya.
Keempat, pakaian yang dikenakan harus longgar dan tidak sempit atau ketat, tidak membentuk lekukan tubuh, dan tidak memperlihatkan tempat-tempat fitnah. Hal ini sebagimana dijelaskan dalam hadis tentang penghuni neraka, bahkan diancam tidak mencium aroma surga yang sudah tercium dari jarak 500 tahun (HR Muslim). Di antara dua penghuninya itu adalah sebagaimana yang disabdakan Nabi berikut,
نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات. (رواه مسلم)
Wanita-wanita yang berpakaian, tapi telanjang; menarik hati para laki-laki, serta cara berjalannya memikat.
Maksud dari كاسيات عاريات adalah wanita yang secara lahiriah berpakaian, namun hakikatnya telanjang, sebab baju yang dikenakan tidak menutup auratnya. Sedangkan مميلات مائلات adalah wanita yang memikat hati laki-laki, dan cara berjalannya indah/ menarik untuk menimbulkan fitnah.
Kelima, pakaian yang dikenakan tidak dilumuri minyak wangi untuk menggugah laki-laki. Hal ini berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa apabila wanita memakai wangi-wangian kemudian lewat di suatu majlis agar mereka mencium aroma parfumnya, maka ia adalah pezina. (HR. al-Tirmidhi)
Dalam hadis lain dijelaskan, suatu ketika Abu Hurayrah berpapasan dengan wanita yang ingin pergi ke masjid, sedangkan wangi parfumnya semerbak. Kemudian Abu Hurayrah menyuruh wanita tadi untuk pulang dan mandi terlebih dahulu lantaran Allah tidak akan menerima shalatnya sampai si wanita pulang dan mandi terlebih dahulu. Perkataannya ini disandarkan kepada Nabi (marfu‘). (HR. Ibn Khuzaymah)
Keenam, pakaian yang dipakai tidak menyerupai laki-laki. Rasulullah melaknat laki-laki yang cara berpakaiannya seperti wanita; dan wanita yang cara berpakaiannya seperti laki-laki. (HR. Abu Dawud dan al-Nasa’i)
Keenam syarat yang disebutkan, sama sekali tidak bermaksud memberatkan para wanita, sebaliknya syarat yang disebutkan bertujuan agar wanita muslimah sangat terjaga; hanya orang-orang tertentu yang boleh melihatnya; hanya orang-orang terntentu pula yang diizinkan menyentuhnya, yang bahkan jumlahnya hanya hitungan jari: ayah, ibu, saudara, keponakan, paman, kakek, nenek, bibi, selebihnya tidak diperbolehkan. Semakin berharga suatu hal, maka semakin ketat pula penjagaannya.
Tidak ada komentar untuk "BAGAIMANA SEHARUSNYA MUSLIMAH BERPAKAIAN(Ḥijāb Syar’i Menurut Muḥammad Alī al-Ṣābūnī Dalam Tafsīr Āyāt al-Aḥkām) M. Inul Rizkiy "
Posting Komentar