Apa Itu Hermeneutika ?

  Perkembangan dalam penafsiran memang merupakan suatu hal yang sewajarnya terjadi selain memang karena semakin konkrit permasalahan yang timbul di masa sekarang yang tentu tidak ada pada dimana al-qur’an ditafsirkan di masa nabi juga karena merupakan konsekuensi logis dari diktum yang dianut umat islam bahwasanya al-Qur’an itu Shalih li kulli zaman wa makan. Oleh karena itu, al-Qur’an harus ditafsirkan dengan mengikuti perkembangan zaman sehingga terkadang dalam penafsiranya pun tidak cukup untuk menggunakan metode yang digunakan oleh mufassir klasik, artinya para penafsir masa kini harus juga mengunakan pendekatan dan pemahaman filosofis dalam batang tubuh keilmuanya untuk mendapatkan ide-ide segar dalam penafsiran, sebagaimana yang dikatakan fazlur rahman bahwasanya ilmu filsafat dan pemahaman filosofis pada umumnya sangat membantu dalam kebuntuan terhadap ilmu-ilmu apapun termasuk dalam studi tafsir.  

   Oleh sebabnya hermeneutika hadir sebagai metode tafsir yang berasal dari ilmu filsafat yang sudah digunakan oleh beberapa tokoh tafsir kontemporer, hermeneutika sebagai metode baru dalam menafsirkan al-Qur’an diharapkan mampu menyingkap hal-hal yang tidak dapat diketahui melalui metode tafsir lama atau klasik. Sebagai metode baru yang masih tidak lepas dari pro dan kontra hermeneutika menjadi bahan ajar yang menarik dan harus diketahui oleh pengkaji al-qur’an dan tafsir. Sehingga tulisan ini mungkin untuk menjadi perkenalan bagi pengkaji al-Qur’an dan tafsir untuk menjawab pertanyaan apa itu hermeneutika? dengan merujuk pada buku Sahiron Syamsuddin Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an yang merupakan hasil kajian RTK HMP IQT yang secara k husus mengkaji buku tersebut. Secara etimologi hermeneutika berasal dari bahasa yunani yaitu hermeneuein yang berarti “menjelaskan” yang kemudian diserap dalam bahasa jerman Hermeneutik dan bahasa inggris hermeneutics, kata hermeneutika diambil dari nama seorang dewa metodologi yunani yaitu Hermes yang bertugas untuk menyampaikan pesan tuhan kepada manusia.

   Sedangkan secara istilah hermenutika dibagi dalam dua pengertian yaitu hermeneutika masa awal dan hermeutika masa modern. Hermeneutika pada masa awal seperti yang dikatan Gadamer ialah sebatas aktifitas penafsiran dan pemahaman yang digunakan dalam hal-hal seperti ceramah, menjelaskan perkataan orang lain dan teks, atau menurut Schleiermacher sebagai “seni memahami dengan benar perkataan orang lain dan teks tulis”. Selanjutnya hermeneutika pada masa modern tidak sekedar seni memahami dan menjelaskan akan tetapi lebih dari itu hermeutika adalah ilmu yang membahas seni menafsiri dengan aspek-aspek metodisnya. Hermeneutika dalam arti ini adalah gabungan antara aktivitas dan metode penafsiran, seperti yang dikatakan oleh Gadamer dan Peter Burkard.

    Berbeda dengan Ben Vedder dan Matthias Jung yang mendefiniskan hermeneutika secara bertingkat, ia membedakan hermeneutika dalam empat terma yang saling terkait satu dengan yang lainya. Empat terma itu ialah Hermeneuse (penafsiran), Hermeneutik (hermeneutika), Philosophical hermeneutics (hermeneutika filosofis) dan hermeneutical philosophy (filsafat hermeneutis).

    Pertama, Hermeneuse ialah aktivitas dan produk penafsiran. Menurut Vedder Hermeneuse ialah penafsiran suatu teks, karya dan prilaku manusia, jelasnya ialah penjelasan terhadap objek tertentu dan tidak terkait secara subtansi dengan metode-metode dan hal-hal yang melandasi penafsiran.

     Kedua, Hermeneutika ialah berbicara tentaang aturan atau langkah penafsiran, hermenutika lebih concern pada bagaimana atau dengan metode apa suatu teks atau lainya seharusnya ditafsirkan. Sebagaiman menurut Vedder hermeneutika ialah membicarakan aturan-aturan penafsiran yang berkesinambungan. Dalam pengertian ini menurut Vedder semua yang membahas tentang prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah penafsiran termasuk dalam hermeneutika.

    Ketiga, Hermeneutika filosofis pada pengertian ini hermeneutika filosofis tidak lagi membicarakan metode penafsiran teks tertentu sebagai objek pembahasannya akan tetapi hermeneutika pada penertian ini lebih menyoalkan kepada kondisi-kondisi kemungkinan yang denganya seseorang dapat menafsirkan, atau bagaimana kita mungkin menafsirkan suatu teks (ataupun lainya) ataupun syarat-syarat apa yang membuat penafsiran tersebut mungkin dilakukan. Lebih jelasnya seperti yang dikatakan Jung bahwa sentral pembahasan hermeneutika ini ialah “meneliti jalan masuk ke realitas penafsiran” bukan kepada metode penafsirannya, lebih jelasnya lagi hermenutika ini lebih banyak berbicara mengenai kondisi-kondisi dan fondasi penafsiran daripada metode-metode penfsiran dan aplikasinya, seperti yang dikatakan Dilthey.

     Keempat, filsafat hermeneutis ialah bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab problem kehidupan manusia dengan cara menafsirkan apa yang diterima oleh manusia dari sejarah dan tradisi. Karena manusia sendiri menurut Vedder dipandang sebagai ‘makhluk hermeneutis’ (a hermeneutical being) ialah makhluk yang harus memahami dirinya.

    Dari keempat terma definisi Vedder dan Jung yang bertingakat ini sebenarnya menurut sahiron sendiri adalah pengertian yang mengacu pada tingkatan dan perkembangan dari hermeneutika itu sendiri, sehingga bisa dikatakan bahwa terma yang pertama merupakan realitas hermeneutika pada masa awal dan terma yang terakhir adalah pengertian terkini dari perkembangan hermeneutika.

   Dari beberapa pengertian di atas pada akhirnya Sahiron dalam bukunya tersebut kemudian menyimpulkan bahwa hermeneutika dalam pengertian sempit membahas metode-metode yang tepat untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang perlu ditafsiri baik berupa ungkapan-ungkapan atau simbol-simbol yang sulit dipahami. Sedangkan hermeneutika dalam pengertian yang lebih luas ialah cabang ilmu pengetahuan yang membahas hakekat, metode dan landasan filosofis penafsiran. Dengan definisi ini mencakup semua terma yang dikemukakan Vedder dan Jung.

Oleh : Nurul lizam (Kabid Keilmuan HMP IQT Stiu Darussalam 2023-2024)