RISHWAH PERSPEKTIF MUFASSIR KONTEMPORER

 

      Sumber: Google Image

Rishwah atau suap menyuap merupakan salah satu penyakit kronis yang hari ini sedang merebak di masyarakat. Pelaku dari suap menyuap tidak hanya berasal dari pejabat tinggi, rakyat biasa juga mayoritas terperosot dalam kasus suap meyuap. Rishwah yang dilakukan oleh mereka sering berdalih dengan kata hadiah, parsel, gratifikasi dan semacamnya untuk menghalalkan rishwah.

   Faktor yang melatar belakanagi rishwah sangatlah banyak, mayoritas berawal dari kepentingan pribadi atau kelompok, padahal negeri kita adalah negeri yang mayoritas penduduknya umat muslim. Di dalam islam rishwah adalah perbuatan haram sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah al-Baqarah:188, dan al-Maidah: 42, 62-63. 

Al-Baqarah:188 

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

Al-Maidah: 42

سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka. Jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Al-Maidah: 62

وَتَرٰى كَثِيْرًا مِّنْهُمْ يُسَارِعُوْنَ فِى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya: Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya Amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.

Al-Maidah: 63

لَوْلَا يَنْهٰىهُمُ الرَّبَّانِيُّوْنَ وَالْاَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْاِثْمَ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ

Artinya: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan Perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya Amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.

   Selain dari ayat-ayat yang sudah jelas menerangkan tentang keharaman rishwah, rasulullah juga bersabda: 

 لَعَنَ رَسُوْلُ اللّهِ اَلرَّاشِى وَالْمُرْتَشِى

“Rasulullah melaknat pemberi suap dan penerima suap” 

   Sedangkan Ijma’ ulama berpendapat bahwa rishwah adalah haram sebagaimana perkataan al-Qurtubi ketika menafsirkan al-Maidah: 42 tidak ada perbedaan hukum dikalangan para salaf bahwa melakukan rishwah untuk menolak yang hak atau perkara yang dilarang merupakan rishwah yang haram.

  menurut imam al-Ramli yang dijuluki sebagai al-syafii al-shoghir didalam kitab Nihayatun al-Muhtaj kapan saja seseorang mencurahkan harta untuk berhukum dengan yang tidak hak atau menolak hukum dengan yang hak .

  Imam al-Syaukani dalam kitabnya Nailu al-Autar mengatakan bahwa rishwah termasuk kemutlakan suap menyuap bagi seorang hakim dan para pekerja yang mengambil shadaqah. Hukum rishwah haram.

  Menurut Qudamah dalam kitab al-Mughni mengatakan bahwa suap menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan (apa saja) maka hukumnya haram. 

   Pada hakikatnya hukum rishwah itu haram. Namun, dalam kondisi darurat rishwah diperbolehkan dengan syarat-syarat yang sangat kuat. Sebenarnya, sebab terjadinya rishwah yaitu disebabkan oleh lemahnya iman seseorang, tamak dan serakah, malas berusaha, hilangya sifat jujur, tidak tertanamnya sifat amanah pada diri seseorang, tidak perdulinya terhadap sesama muslim, serta lemhanya penegak hukum dimasyarakat sehingga dampak negatif dari rishwah menimpa masyarakat, individu, dan negara.

   Jadi, untuk mengelabuhi rishwah hal yang harus kita lakukan yaitu penjagaan (alwi qoyah) yakni memulai dari diri kita sendiri, berdakwah akan sangat bahayanya rishwah, harus menegakkan hukum pembekuan aset, THK dan lain-lain. Bahkan, hal tersebut sudah tertera dalam UUD tindak pidana suap No. 11 tahun 1980, yang memberi suap dipidana penjara selama-lamanya lima tahun atau didenda sebanyak 15.000.000. sedangkan pasal 3 No. 3 1980, penerima suap dipidana penjara selama-lamanya tiga tahun atau didenda 15.000.000. 

   Menurut hukum Islam tidak dijelaskna sangsi hukumannya secara gamblang. Maka dari itu, fuqaha dan mayoritas mufassir menjelaskan sangsi takzir berdasarkan kemaslahatan sedangkan pelaksanaannya diserahkan dalam ijtihad para hakim diantaranya Sayyid Sabid menyebutkan dalam fiqih sunnah yang pertama; takzir bisa dilakukan dengan perkataan seperti keccaman, teguran, dan nasehat. Kedua; takzir bisa dilakukan sesuai dengan tuntutan keadaan diantaranya cambukan, penahanan, pemborgolan, pengasingan, pengucilan dan hukuman mati. Dari hal tersebut takzir bertujuan untuk memberi pelajaran, mendidik serta mencegah orang lain melakukan hal serupa. Dan hukuman-hukuman yang berlaku baik dari sisi Islam atau Negara yang berasaskan UUD membawa hukum positif dalam hukum yang berlaku di Indonesia untuk semua ras, agama, dan suku.

   Sebagai umat Islam yang budiman, seharusnya kita dapat menghindari perilaku rishwah yang sedang terjadi di lingkungan sekitar. Dampak rishwah tidak hanya membahayakan diri sendiri namun juga membahayakan orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai akademis seharusnya dapat memberantas prilaku rishwah yang terjadi, hal tersebut sesuai dengan peran mahasiswa sebagai agen of change bukan sebaliknya. Mirisnya, pada zaman sekarang rishwah disalah gunakan oleh kalangan masyarakat biasa atau para pejabat. Bahkan, mereka membungkus prilaku rishwah dengan kemasan shadaqah dan hadiah.

Oleh: Nurul Hasanah (Anggota Keilmuan HMP IQT STIUDA 2023-2024)